Tanpa peran Raja-raja di Jawa mungkin sebutan Argogede, Argowilis dan Parahyangan Serta KA-KA lain tidak terwujud. Maka keberadaan Kereta Api (KA) di Indonesia tidak lepas dari peran Raja-raja di Jawa. Dengan surat Raja (diperkirakan Raja Mataram) No. 270 tanggal 28 Mei 1842, mengusulkan kepada pemerintah Hindia Belanda agar membangun jaringan KA. Setelah melalui proses cukup panjang, akhirnya pada tahun 1871, Gubernur Jendral hindia Belanda Bose menyusun rancangan undang-undang pembuatan jalan KA Pemerintah di Jawa, yang disahkan pada tanggal 6 April 1875, hal ini menandai lahirnya KA di bumi Nusantara secara de-jure. Sedangkan secara de-facto, jalan KA di Indonesia di bangun oleh perusahaan swasta, NV Nederlandsch Indisce Spoorweg MIJ (NISM), yang membangun jaringan KA dari Kemijen – Tanggung, Jawa Tengah, sepanjang 26 kilo meter. Pembangunan jaringan KA ditandai pencangkulan pertama pembuatan badan jalan rel oleh Gubernur Jendral Belanda Mr. L A J Baron Sloet Van De Beele tanggal 17 Juni 1846. Empat tahun kemudian, tanggal 17 Juni 1868 KA lintas Kemijen – Tanggung dapat dioperasikan yang kemudian secara berturut-turut dilanjutkan dengan pembangunan jaringan KA di seluruh Jawa, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan bahkan di Sulawesi, sebelum dipindahkan ke Burma saat penjajahan Jepang yang dikenal dengan Rhomusha. Sejalan dengan perjalanan sejarah, berkat rahmat Allah SWT dan perjuangan rakyat Indonesia, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dapat dikumandangkan yang diikuti pengambilalihan (Nasionalisasi) secara resmi perusahaan-perusahaan penjajah Bangsa Indonesia. Nasionalisasi perusahaan KA terjadi pada tanggal 28 September 1945, yang untuk selanjutnya dijadikan “Hri Kereta Api”. Dengan Nasionalisasi tersebut, maka berdirilah perusahaan KA Pemerintah di Indonesia dengan bentuk perusahaan Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), yang dipimpin oleh Direktur Djendral Kepala Jawatan Api (DDKA), Ir. Mohammad Efendi Saleh. Setelah berjalan hampir delapan tahun, kepemimpinan tersebut digantikan oleh Ir. R. Abuprayitno, bentuk perusahaan, berubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) hingga akhirnya pada tahun 1963 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22/ 1963, perusahaan berubah status menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Karena situasi politik pada tahun 1965 hingga 1967 cukup genting dengan pecahnya pemberontakan PKI, maka kepemimpinan dipegang oleh ABRI, dengan Brigjen Sentot Iskandardinata sebagai pimpinannya, yang pada tahun 1968 digantikan oleh Ir. R. Soemali. Tahun 1971, dengan PP No. 61/1971, status perusahaan kembali mengalami perubahan. PNKA diganti dengan PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). Selanjutnya secara berturut-turut pimpinan PJKA dijabat oleh Ir. Pantiarso (1978-1981), Ir. Soedjono Kramadibrata (1981-1986), Ir. Soeharso (1986-1889), Ir. Harbani (1989-1991), Drs. Anwar Suprijadi, Msc (dengan sebutan Kaperjanka). Pada tanggal 2 Januari 1991, dengan ditandai pembacaan ikrar karyawan-karyawati Perumka, status perusahaan berubah lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dengan PP 57/1990 tanggal 1 Oktober 1990, dengan Direktur Ut. Pada masa kepemimpinan Drs. Eko Haryoto ini, status perusahaan kembali mengalami perubahan. Bentuk perusahaan yang semula Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), melalui PP No. 19 tahun 1998, tanggal 3 Februari 1998, berubah status menjadi Perusahaan Perseroan PT Kereta Api (Persero). Selain itu melalui keputusan Presiden No. 38 tahun 1999, tentang pengecualian perusahaan perseroan tertentu yang dapat dikecualikan dari pengalihan tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan selaku pemegang saham atau rapat umum pemegang saham (RUPS) kepada Menteri Negara Pendayagunaan Badan usaha Milik Negara (BPUMN), ditetapkan bahwa PT Kereta Api tetap dibawah naungan Departemen Perhubungan Keppres yang ditandatangani Presiden Bahrudin Yusuf Habibie tersebut, ditandatangani pada tanggal 17 Mei 1999, menandai mulai diberlakukannya status PT, namun demikian, secara efektif baru diberlakukan pada tanggal 1 Juni 1999. Sekian sejarah tentang kereta api...
Saturday, April 7, 2012
Sejarah Singkat Perusahaan Kereta Api Indonesia
Sejarah Singkat Perusahaan Kereta Api Indonesia -
Tanpa peran Raja-raja di Jawa mungkin sebutan Argogede, Argowilis dan Parahyangan Serta KA-KA lain tidak terwujud. Maka keberadaan Kereta Api (KA) di Indonesia tidak lepas dari peran Raja-raja di Jawa. Dengan surat Raja (diperkirakan Raja Mataram) No. 270 tanggal 28 Mei 1842, mengusulkan kepada pemerintah Hindia Belanda agar membangun jaringan KA. Setelah melalui proses cukup panjang, akhirnya pada tahun 1871, Gubernur Jendral hindia Belanda Bose menyusun rancangan undang-undang pembuatan jalan KA Pemerintah di Jawa, yang disahkan pada tanggal 6 April 1875, hal ini menandai lahirnya KA di bumi Nusantara secara de-jure. Sedangkan secara de-facto, jalan KA di Indonesia di bangun oleh perusahaan swasta, NV Nederlandsch Indisce Spoorweg MIJ (NISM), yang membangun jaringan KA dari Kemijen – Tanggung, Jawa Tengah, sepanjang 26 kilo meter. Pembangunan jaringan KA ditandai pencangkulan pertama pembuatan badan jalan rel oleh Gubernur Jendral Belanda Mr. L A J Baron Sloet Van De Beele tanggal 17 Juni 1846. Empat tahun kemudian, tanggal 17 Juni 1868 KA lintas Kemijen – Tanggung dapat dioperasikan yang kemudian secara berturut-turut dilanjutkan dengan pembangunan jaringan KA di seluruh Jawa, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan bahkan di Sulawesi, sebelum dipindahkan ke Burma saat penjajahan Jepang yang dikenal dengan Rhomusha. Sejalan dengan perjalanan sejarah, berkat rahmat Allah SWT dan perjuangan rakyat Indonesia, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dapat dikumandangkan yang diikuti pengambilalihan (Nasionalisasi) secara resmi perusahaan-perusahaan penjajah Bangsa Indonesia. Nasionalisasi perusahaan KA terjadi pada tanggal 28 September 1945, yang untuk selanjutnya dijadikan “Hri Kereta Api”. Dengan Nasionalisasi tersebut, maka berdirilah perusahaan KA Pemerintah di Indonesia dengan bentuk perusahaan Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), yang dipimpin oleh Direktur Djendral Kepala Jawatan Api (DDKA), Ir. Mohammad Efendi Saleh. Setelah berjalan hampir delapan tahun, kepemimpinan tersebut digantikan oleh Ir. R. Abuprayitno, bentuk perusahaan, berubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) hingga akhirnya pada tahun 1963 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22/ 1963, perusahaan berubah status menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Karena situasi politik pada tahun 1965 hingga 1967 cukup genting dengan pecahnya pemberontakan PKI, maka kepemimpinan dipegang oleh ABRI, dengan Brigjen Sentot Iskandardinata sebagai pimpinannya, yang pada tahun 1968 digantikan oleh Ir. R. Soemali. Tahun 1971, dengan PP No. 61/1971, status perusahaan kembali mengalami perubahan. PNKA diganti dengan PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). Selanjutnya secara berturut-turut pimpinan PJKA dijabat oleh Ir. Pantiarso (1978-1981), Ir. Soedjono Kramadibrata (1981-1986), Ir. Soeharso (1986-1889), Ir. Harbani (1989-1991), Drs. Anwar Suprijadi, Msc (dengan sebutan Kaperjanka). Pada tanggal 2 Januari 1991, dengan ditandai pembacaan ikrar karyawan-karyawati Perumka, status perusahaan berubah lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dengan PP 57/1990 tanggal 1 Oktober 1990, dengan Direktur Ut. Pada masa kepemimpinan Drs. Eko Haryoto ini, status perusahaan kembali mengalami perubahan. Bentuk perusahaan yang semula Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), melalui PP No. 19 tahun 1998, tanggal 3 Februari 1998, berubah status menjadi Perusahaan Perseroan PT Kereta Api (Persero). Selain itu melalui keputusan Presiden No. 38 tahun 1999, tentang pengecualian perusahaan perseroan tertentu yang dapat dikecualikan dari pengalihan tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan selaku pemegang saham atau rapat umum pemegang saham (RUPS) kepada Menteri Negara Pendayagunaan Badan usaha Milik Negara (BPUMN), ditetapkan bahwa PT Kereta Api tetap dibawah naungan Departemen Perhubungan Keppres yang ditandatangani Presiden Bahrudin Yusuf Habibie tersebut, ditandatangani pada tanggal 17 Mei 1999, menandai mulai diberlakukannya status PT, namun demikian, secara efektif baru diberlakukan pada tanggal 1 Juni 1999. Sekian sejarah tentang kereta api...
Tanpa peran Raja-raja di Jawa mungkin sebutan Argogede, Argowilis dan Parahyangan Serta KA-KA lain tidak terwujud. Maka keberadaan Kereta Api (KA) di Indonesia tidak lepas dari peran Raja-raja di Jawa. Dengan surat Raja (diperkirakan Raja Mataram) No. 270 tanggal 28 Mei 1842, mengusulkan kepada pemerintah Hindia Belanda agar membangun jaringan KA. Setelah melalui proses cukup panjang, akhirnya pada tahun 1871, Gubernur Jendral hindia Belanda Bose menyusun rancangan undang-undang pembuatan jalan KA Pemerintah di Jawa, yang disahkan pada tanggal 6 April 1875, hal ini menandai lahirnya KA di bumi Nusantara secara de-jure. Sedangkan secara de-facto, jalan KA di Indonesia di bangun oleh perusahaan swasta, NV Nederlandsch Indisce Spoorweg MIJ (NISM), yang membangun jaringan KA dari Kemijen – Tanggung, Jawa Tengah, sepanjang 26 kilo meter. Pembangunan jaringan KA ditandai pencangkulan pertama pembuatan badan jalan rel oleh Gubernur Jendral Belanda Mr. L A J Baron Sloet Van De Beele tanggal 17 Juni 1846. Empat tahun kemudian, tanggal 17 Juni 1868 KA lintas Kemijen – Tanggung dapat dioperasikan yang kemudian secara berturut-turut dilanjutkan dengan pembangunan jaringan KA di seluruh Jawa, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan bahkan di Sulawesi, sebelum dipindahkan ke Burma saat penjajahan Jepang yang dikenal dengan Rhomusha. Sejalan dengan perjalanan sejarah, berkat rahmat Allah SWT dan perjuangan rakyat Indonesia, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dapat dikumandangkan yang diikuti pengambilalihan (Nasionalisasi) secara resmi perusahaan-perusahaan penjajah Bangsa Indonesia. Nasionalisasi perusahaan KA terjadi pada tanggal 28 September 1945, yang untuk selanjutnya dijadikan “Hri Kereta Api”. Dengan Nasionalisasi tersebut, maka berdirilah perusahaan KA Pemerintah di Indonesia dengan bentuk perusahaan Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), yang dipimpin oleh Direktur Djendral Kepala Jawatan Api (DDKA), Ir. Mohammad Efendi Saleh. Setelah berjalan hampir delapan tahun, kepemimpinan tersebut digantikan oleh Ir. R. Abuprayitno, bentuk perusahaan, berubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) hingga akhirnya pada tahun 1963 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22/ 1963, perusahaan berubah status menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Karena situasi politik pada tahun 1965 hingga 1967 cukup genting dengan pecahnya pemberontakan PKI, maka kepemimpinan dipegang oleh ABRI, dengan Brigjen Sentot Iskandardinata sebagai pimpinannya, yang pada tahun 1968 digantikan oleh Ir. R. Soemali. Tahun 1971, dengan PP No. 61/1971, status perusahaan kembali mengalami perubahan. PNKA diganti dengan PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api). Selanjutnya secara berturut-turut pimpinan PJKA dijabat oleh Ir. Pantiarso (1978-1981), Ir. Soedjono Kramadibrata (1981-1986), Ir. Soeharso (1986-1889), Ir. Harbani (1989-1991), Drs. Anwar Suprijadi, Msc (dengan sebutan Kaperjanka). Pada tanggal 2 Januari 1991, dengan ditandai pembacaan ikrar karyawan-karyawati Perumka, status perusahaan berubah lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dengan PP 57/1990 tanggal 1 Oktober 1990, dengan Direktur Ut. Pada masa kepemimpinan Drs. Eko Haryoto ini, status perusahaan kembali mengalami perubahan. Bentuk perusahaan yang semula Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), melalui PP No. 19 tahun 1998, tanggal 3 Februari 1998, berubah status menjadi Perusahaan Perseroan PT Kereta Api (Persero). Selain itu melalui keputusan Presiden No. 38 tahun 1999, tentang pengecualian perusahaan perseroan tertentu yang dapat dikecualikan dari pengalihan tugas, dan kewenangan Menteri Keuangan selaku pemegang saham atau rapat umum pemegang saham (RUPS) kepada Menteri Negara Pendayagunaan Badan usaha Milik Negara (BPUMN), ditetapkan bahwa PT Kereta Api tetap dibawah naungan Departemen Perhubungan Keppres yang ditandatangani Presiden Bahrudin Yusuf Habibie tersebut, ditandatangani pada tanggal 17 Mei 1999, menandai mulai diberlakukannya status PT, namun demikian, secara efektif baru diberlakukan pada tanggal 1 Juni 1999. Sekian sejarah tentang kereta api...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment